Jakarta (ANTARA News) - Baru-baru ini aktivis sosial Cak Budi
menjadi perbincangan di media sosial, karena dikabarkan membeli iPhone 7
dan mobil Toyota Fortuner dari uang donasi yang ia kumpulkan.
Akun
Instagram @cakbudi_ dikenal sebagai akun yang kerap menggalang dana
bantuan sosial. Berdasarkan pengakuannya, terdapat donasi yang
terkumpulkan senilai Rp1,2 miliar (560 juta donasi ke rekening pribadi,
terlampir + 700 juta donasi ke halaman Kitabisa) yang belum disalurkan.
Ia
pun mengakui telah menggunakan uang donasi untuk pembelian iPhone 7,
yang menurutnya digunakan untuk mengambil foto dan video dari para
penerima hak dan lokasi yang dikunjungi. Begitu pun terkait mobil, ia
membenarkan membeli mobil jenis Fortuner untuk menempuh jarak jauh dan
menjangkau area-area pedalaman.
Apapun alasan Cak Budi, pria yang
dulunya dipuja masyarakat karena aktivitas sosialnya itu kini berbalik
dicerca. Meskipun, ia mengaku sudah menjual mobil Fortuner tersebut dan
menyerahkan hasil penjualannya kepada lembaga ACT atau Aksi Cepat
Tanggap.
Cak Budi juga membuka halaman donasi di Kitabisa.com.
Namun, tidak lama setelah kasus tersebut, Kitabisa.com sudah menutup
alaman penggalangan dana dengan Cak Budi dan mengalihkan dana tersebut
pada lembaga Aksi Cepat Tanggap.
CMO Kitabisa, Vikra Ijas,
menegaskan uang yang dipakai Cak Budi untuk membeli barang itu bukan
dari donasi yang digalang lewat Kitabisa, tapi dari donasi yang masuk ke
rekening pribadi Cak Budi serta istrinya.
"Berkat laporan
masyarakat, kitabisa telah menutup halaman ini dan mengalihkan dana
kepada lembaga sosial resmi," demikian tertulis di halaman penggalangan
dana Cak Budi di Kitabisa.
Fenomena situs urun dana
Gotong
royong adalah hal yang lazim di Indonesia, termasuk di antaranya urun
dana untuk membantu sesama. Belakangan, urun dana juga bisa dilakukan
secara praktis berkat adanya platform crowdfunding.
Kitabisa.com
pertama kali diluncurkan pada 2013 di bawah Yayasan Rumah Perubahan
milik Profesor Rhenald Kasali. Sejak itu, situs urun dana ini telah
berhasil mendanai berbagai proyek, mulai dari patungan bus donor darah
untuk Palang Merah Indonesia hingga mendukung Rio Haryanto menuju
Formula 1.
Salah satu kampanye yang sedang berlangsung adalah
penggalangan dana Peduli Sahabat Jupe yang diinisiasi Eko Patrio, Ruben
Onsu, Ayu Tingting dan Vega untuk Julie Perez yang sedang berjuang
melawan kanker serviks. Hingga berita ini ditulis, kampanye Peduli
Sahabat Jupe telah mengumpulkan Rp449.485.437.
Kitabisa tidak
membatasi penggalangan dana pada fokus tertentu, donatur bisa
menyumbangkan uang untuk lingkungan, pendidikan, bencana alam hingga
zakat.
"Beberapa yang paling banyak adalah yang berkaitan dengan
agama, seperti pembangunan masjid dan gereja. Kemudian bantuan untuk
orang sakit, juga pembangunan infrastruktur pendidikan," jelas Iqbal
Hariadi, Marketing Manager Kitabisa, saat dihubungi ANTARA News.
Demi
mencegah adanya oknum nakal, Iqbal menjelaskan ada proses verifikasi
yang diterapkan pada para penggalang dana baik itu individu, komunitas
atau organisasi.
Tim Kitabisa akan melakukan verifikasi identitas
penggalang dana, bila diperlukan mereka akan diwawancarai via telepon
untuk lolos proses tersebut.
Selain itu, Iqbal menjelaskan setiap
kampanye hanya bisa dilihat publik dan muncul di bagian "explore" bila
sudah mendapat minimal lima donasi. Bila belum mendapat lima donasi,
sebuah kampanye urun dana hanya bisa dilihat oleh orang yang mengetahui
tautannya.
"Dengan sistem ini kita 'memaksa' orang untuk setidaknya menyebarkan (tautan urun dana) ke lingkaran terdekat dia."
Selain itu, donasi baru bisa dicairkan bila penggalang dana sudah melaporkan kabar terbaru dari kampanye tersebut.
Kitabisa juga menyediakan fitur "report" yang membuat siapa pun bisa melaporkan kampanye yang mencurigakan.
"Kami beberapa kali terima report, setelah itu langsung kami follow up," imbuh dia.
Platform crowdfunding di Indonesia punya fokus yang bervariasi, mulai dari masalah kesehatan hingga membantu wirausaha.
Ada
wadah penggalangan dana Wecare.id yang fokus pada masalah kesehatan.
Wecare.id yang diluncurkan pada 2015 silam mengumpulkan dana untuk
membantu masyarakat Indonesia di daerah terpencil yang sakit namun tidak
mampu mendapatkan pelayanan kesehatan.
Para dokter dari
Wecare.id menyeleksi pasien berpeluang besar untuk sembuh sehingga dapat
menjalani hidup produktif setiap hari. Saat ini, program difokuskan
untuk pasien yang butuh penanganan segera serta kebutuhan medis di bawah
Rp20 juta.
Situs urun dana ini tidak memotong donasi dengan
biaya operasional. Seratus persen donasi akan diserahkan pada pasien,
sementara biaya operasional didapat dari sponsor serta partner lain.
Lain
lagi dengan GandengTangan.org, platform yang menyasar bantuan untuk
wirausaha mikro dan kecil. Penggalangan dana di Gandengtangan bukan
berupa donasi, tapi pinjaman yang besarnya dimulai dari Rp50.000.
Dalam
laman resmi, Gandengtangan mengemukakan beberapa alasan mengapa uang
yang diberikan berupa pinjaman, bukan santunan. Pinjaman diharap bisa
membuat masyarakat miskin mandiri secara finansial dan tidak tergantung
pada donasi.
"Pinjaman yang diberikan akan memberikan manfaat
sosial yang lebih besar berkali lipat, apabila imbal hasilnya diputar
kembali untuk mengembangkan usaha mikro & kecil yang sedang tumbuh."
Di
luar negeri, situs urun dana seperti Indiegogo telah hadir sejak tahun
2008. Indiegogo yang bermarkas di San Francisco, California, AS membuat
orang bisa menggalang dana untuk banyak hal, mulai dari untuk amal
hingga bisnis start-up.
Pada 2011, Jessica Haley meminta bantuan
urun dana lewat situs ini untuk membiayai program bayi tabung karena ia
hanya punya peluang 1 persen untuk hamil secara alami. Dari target 5000
dolar AS yang ia patok, Haley berhasil mendapat 8050 dolar AS dari 132
penyumbang. Impiannya jadi ibu pun terkabul setelah melahirkan putra
bernama Landon.
Dalam laman resmi, Indiegogo menyebutnya sebagai “bayi urun dana†pertama di dunia.
Ada
pula Kickstarter yang berdiri sejak 2009. Platform pendanaan ini
ditujukan untuk membiayai proyek kreatif, mulai dari film, game, musik,
seni, desain dan teknologi.
Platform yang bermarkas di AS ini
dibangun atas dasar rasa saling percaya sehingga setiap proyek harus
transparan. Misalnya, proyek pembuatan produk harus menyertakan
prototipe.
Mereka juga harus menyertakan informasi lengkap mengenai perkembangan proyek, apa yang sudah selesai dan belum dirampungkan.
Kickstarter
dalam laman resmi menuliskan mereka telah menerima bantuan dari 13 juta
orang, mengumpulkan 3 miliar dolar AS dan membiayai 124.072 proyek
sejak platform ini dirilis delapan tahun silam.
Bila sebuah
proyek sukses didanai dari platform ini, Kickstarter menerapkan biaya 5
persen dari total dana yang terkumpul. Biaya 5 persen itu tidak berlaku
untuk proyek yang gagal mencapai target urun dana.
Ada pula
GoFundMe yang mulai berdiri sejak 2010 di California, AS. Situs urun
dana ini tidak terbatas pada pembiayaan proyek, tetapi untuk aksi sosial
seperti urun dana untuk membayar biaya rumah sakit.
"Tidak ada deadline atau pembatasan, setiap donasi yang Anda terima adalah milik Anda," tulis GoFundMe dalam laman resminya.
Penggalangan
dana di situs ini tidak memiliki batas waktu, kampanye urun dana tetap
berlangsung hingga pengguna menghentikan atau menghapusnya sendiri.
GoFundMe mendapat pemasukan dari biaya 5 persen yang diterapkan dari setiap donasi yang diterima.
Dengan
maraknya situs penggalangan dana untuk donasi, tentu saja baik. Tetapi,
berkaca dari kasus Cak Budi, tentu saja ini menjadi pembelajaran bagi
masyarakat untuk memilih penggalang dana yang benar-benar transparan. (*)
Cak Budi dan Fenomena Penggalangan Donasi Online
Kamis, 4 Mei 2017 9:44 WIB