Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca
Pandjaitan menilai ketegangan yang terjadi antara pihak TNI dan Polri
jangan dibiarkan dan pengalaman yang lalu menunjukkan bahwa cepatnya
penyelesaian lokal bisa dilakukan karena para pimpinan kedua institusi
itu kompak.
"Di waktu lalu, perselisihan antara TNI dan Polri sifatnya lokal
serta biasanya terjadi antara prajurit dan satuan di lapangan, sehingga
dengan cepat bisa diselesaikan. Namun saat ini setiap perselisihan yang
terjadi di lapangan sekecil apapun dapat berkembang ke arah yang tidak
kita kehendaki," kata Hinca dalam keterangan tertulisnya di Jakarta,
Minggu malam.
Hal itu dikatakannya terkait isu impor senjata sebanyak 5.000 pucuk
senjata yang disampaikan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo beberapa
waktu lalu
Lalu terkait juga dengan informasi tentang masuknya sejumlah senjata
yang dipesan oleh pihak Polri, yang kini berada di Bandara
Soekarno-Hatta, yang kemudian dijaga oleh pihak TNI karena dinilai tidak
sesuai dengan peruntukannya.
Hinca mengatakan dari berbagai informasi yang didapatkannya,
ketegangan TNI-Polri saat ini berada dalam tingkatan yang dapat
mengganggu soliditas kedua institusi negara itu.
Menurut dia, ketegangan kedua institusi yang memiliki posisi penting
dalam pertahanan dan keamanan negara tersebut, dan sama-sama memiliki
senjata, jelas tidak bisa dibiarkan.
"Penjelasan Panglima TNI berbeda dengan penjelasan Menko Polhukam.
Penjelasan pihak Polri atas datangnya sejumlah senjata beserta munisinya
yang dipesan oleh Brimob juga tidak konsisten dan berubah-ubah,"
ujarnya.
Dia mengatakan rakyat ingin mendapatkan penjelasan yang utuh dan
lengkap serta bukan sepotong-sepotong karena di era demokrasi dan "open
society", masyarakat punya hak untuk mengetahui apa yang sesungguhnya
terjadi di negeri ini.
Menurut dia tanpa penjelasan yang lengkap, terbuka dan
"concolidated" dari pemerintah, dan bukan hanya penjelasan dari
masing-masing pihak, masyarakat bisa memiliki persepsi yang keliru.
"Tanpa upaya yang serius dan nyata untuk mengembalikan kekompakan
dan rasa saling percaya di antara TNI dan Polri, ketegangan yang terjadi
saat ini bisa berkembang ke arah yang tidak baik," katanya.
Menurut Hinca, pengalaman menunjukkan bahwa sering kali konflik dan
perselisihan antara lembaga negara yang terjadi, termasuk antara TNI dan
Polri, dikarenakan oleh faktor-faktor politik, utamanya adanya
kepentingan politik yang berbeda.
Dia mengatakan selama masih berdinas aktif, para Jenderal, Laksamana
dan Marsekal, baik TNI, Polri dan BIN, tidak boleh tergoda dan
melibatkan diri dalam politik kekuasaan.
"Sementara itu, para pemimpin politik, termasuk para pemimpin
partai-partai politik janganlah menarik-narik para petinggi TNI, Polri
dan BIN ke dalam politik kekuasaan, tentunya yang menguntungkan partai
politik yang bersangkutan," ujarnya.
Hinca menyarankan agar pemerintah untuk mengelola isu senjata impor
dan ketegangan horisontal TNI-Polri ini dengan seksama dan
sungguh-sungguh.
Menurut dia, di masa mendatang, jika ada permasalahan serupa,
diharapkan permasalahan itu bisa diselesaikan di internal kabinet dan
tidak perlu dibawa keluar, sehingga tidak menimbulkan ketidak tenangan
yang tidak perlu di kalangan masyarakat.
"Di masa depan, diharapkan semua elemen penyelenggara negara dan
pemerintahan, selalu memberikan penjelasan yang konsisten dan rasional,"
ujarnya.
Hinca menjelaskan tegaknya demokrasi dan keadilan, diharapkan
lembaga- lembaga negara termasuk institusi BIN, Polri dan TNI, pusat
maupun daerah, benar-benar netral dan tidak melibatkan diri dalam
politik kekuasaan.
Menurut dia, dalam Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilu 2019,
biarlah partai-partai politik dan para kandidat bersaing secara jujur
dan demokratis dan diharapkan Kepala Negara memastikan netralitas semua
lembaga negara dan pemerintahan dalam Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. (*)
Demokrat: Ketegangan TNI-Polri Jangan Dibiarkan
Senin, 2 Oktober 2017 9:26 WIB