Menteri ESDM: RUEN harus dorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan

Jakarta (Antara) -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, yang juga merupakan ketua harian Dewan Energi Nasional (DEN) Ignasius Jonan mendorong penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang lebi ramah lingkungan agar menjadi salah satu perhatian dalam  penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Hal ini disampaikan Jonan saat mengikuti 
Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII  Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Rabu (20/9). 

Selain BBM ramah lingkungan, Jonan juga minta agar RUEN turut memperhatikan potensi energi di daerah untuk memenuhi kebutuhan di daerah itu sendiri. Selain itu, penyusunan RUEN juga harus memperhatikan kearifan lokal tanpa melepaskan diri dari perencanaan dan kebijakan energi secara nasional. 

"Hal ini sejalan dengan visi pengelolaan energi nasional yakni untuk mewujudkan pengelolaan energi yang berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memprioritaskan pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi (EBTKE)," ujar Jonan. 

Prinsip prioritas pengembangan energi nasional tercantum di pasal 11 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. 1). Memaksimalkan  penggunaan energi terbarukan; 2) Meminimalkan  penggunaan minyak bumi; 3) Mengoptimalkan  pemanfaatan gas bumi dan energi baru; 4) Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi nasional; 5) Memanfaatkan  nuklir sebagai pilihan terakhir.

Dalam PP tersebut secara jelas menyatakan bahwa visi pengelolan energi nasional dimasa yang akan datang akan lebih banyak berasal dari energi baru terbarukan (EBT) yang secara simultan diharapkan mampu menjadi tulang punggung (back bone) energi nasional. 

Saat ini EBT dalam bauran energi nasional baru kontribusinya hanya sebesar 7,7 persen dengan total penyediaan energi sejumlah 197 million tonnes of oil equivalent (MTOE). 

Dalam kondisi elektrifikasi masih di angka 92,8 % listrik yang dihasilkan per kapita setiap tahun dari sektor EBT baru mencapai 865 kWh. Itupun dari kapasitas pembangkit EBT hanya sekitar 8 GW dari total 55 GW. 

"Didukung RUEN, pemerintah menetapkan EBT dalam bauran energi nasional mencapai 23 persen pada 2025 yang mampu memproduksi listrik sebesar 2.500 kWh per tahun," lanjut Jonan.

Untuk mencapai itu semua, secara umum ada sejumlah kebijakan pengembangan EBTKE yang terus dilakukan. Pertama, Menambah kapasitas terpasang pembangkit/produksi energi; Pertumbuhan energi berkisar 8% per-tahun, diperlukan penambahan kapasitas untuk memenuhi kebutuhan energi. Kedua, Menambah penyediaan akses terhadap energi modern untuk daerah terisolir jaringan PLN, khususnya di daerah-daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan; Penyediaan listrik/energi perdesaan yang tengah dikembangkan melalui pemanfaatan mikrohidro, surya, biomassa, biogas dan tenaga angin. 

Ketiga, Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil; penggunaan bahan bakar dari EBT antara lain BBN dan Biogas. Keempat, Kampanye Penghematan Energi Nasional; Menghemat energi sebesar  1 kWh  lebih murah dan mudah dibandingkan dengan memperoduksi energi sebesar 1 kWh. Kelima, Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca; Peningkatan efisiensi energi dan pemanfaatan energi baru terbarukan meminimalkan emisi GRK
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2017